Penyakit-penyakit Pada Sisten Saluran Pencernaan
Islam mengajarkan kita bahawa apa yang dimakan oleh seseorang akan membentuk karakter/sifat dan bahkan memberi kesan terhadap hak untuk hidup seperti dikabulkannya suatu doa.
Doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT oleh seseorang, meskipun bersungguh-sungguh, tetapi jika orang itu bergelumang dengan makanan, minuman, pakaian dan pemenuhan keperluan dengan cara-cara yang haram, maka doanya ditolak oleh yang Maha Pemberi.
(HR. Muslim)
Di kalangan pakar gizi, terdapat semboyan: “You are what you eat. (Kamu adalah apa yang kamu makan.)” Selain sebagai sumber kalori dan memenuhi keperluan fizikal, makanan juga membentuk perilaku, suasana hati dan struktur keperibadian. Pada hakikatnya, memakan sesuatu adalah memindahkan unsur-unsur tenaga dari sumber bahan yang kita makan. Makan merupakan peristiwa pemindahan tenaga dari suatu makhluk kepada makhluk lain. Makanan yang menaikkan gula darah akan berpengaruh terhadap suasana hati. Kehidupan di luar kita, secara nyata memperlihatkan hal tersebut. Lihatlah kambing, misalnya. Karakternya yang lembut tidak lepas dari pengaruh cara makannya sebagai haiwan herbivor (pemakan tumbuhan). Kontra apabila dibandingkan haiwan karnivor (pemakan daging) yang “bertemperamen” keras, ganas dan cenderung individu, seperti singa atau kucing. Pada ekstrem terburuk, kita boleh melihat babi yang bahkan memakan kotorannya sendiri sehingga karakternya juga sangat tidak terpuji: pemalas dan pelaku seks bebas.
Makanan juga membentuk perilaku, suasa hati dak struktur keperibadian.
Manusia meskipun tergolong omnivor (pemakan segalanya), bagi orang yang beriman tidak semua makanan diperkenankan untuk dimakan. Ilmuan muslim abad pertengahan Al-Harali telah memberikan kenyataan bahawa makanan boleh mempengaruhi mental manusia. Makanan dan minuman haram dalam Al-Quran diistilahkan dengan rijs. Kata rijs diertikan sebagai keburukan budi pekerti atau keruntuhan mental.
“….. kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir, atau daging babi kerana sesungguhnya semua itu kotor (rijsun).” (Al-An’am: 145)
Karakter orang yang beriman dalam soal makan laksana lebah apabila memakan sesuatu makanan. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA: “Perumpamaan orang yang beriman adalah laksana lebah. Bila ia makan makanan yang baik; dan bila jatuh, maka ia jatuh atas yang baik.” Lebah hanya memakan makanan yang terbaik, yakni saripati bunga (nektar), dan ia hanya mengeluarkan hasil yang terbaik, yakni madu, yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Beberapa karakter terpuji yang lain dari lebah masih terkait dengan cara makannya yang sangat selektif. Lebah ialah serangan pekerja kerasm tertib hukum (konstitusional), profesional (masing-masing memiliki tugas pakar), pembela kehormatan diri, dan merupakan sejenis haiwan yang tidak menganut seks bebas (ratu lebah sangat pemalu). Demikian seharusnya pendapat atau perumpamaan seseorang yang beriman. Nabi SAW menyampaikan, salah satu bukti kebenaran keimanan seseorang ialah ketidak tidak ada kerosakan yang ditimbulkan oleh lisan dan tanggannya terhadap orang lain. Dan sebaik-baik manusia, kata Nabi SAW adalah:
“Orang yang paling banyak memberikan kemanfaatan kepada orang lain.” (HR. Bukhari)
Sebaliknya, makanan yang haram, baik secara substansi mahupun cara memperolehinya, akan menumbuhkan perilaku yang buruk dan merosak, bagi diri sendiri dan keluarga, baik di dunia mahupun di akhirat. Rasulullah SAW mengatakan:
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih utama baginya.” (HR. Imam Tabrani)
Para ulama memaknai hadis tersebut bahawa makanan yang haram itu akan mendorong seseorang berperilaku jahat, yang menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan abadi di akhirat nanti.
Allah SWT berfirman:
“….. Dan orang-orang kafir itu bersenang lenang (di dunia) dan mereka makan seperti makanannya binatang-binatang. Dan mereka adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)
Makanan yang haram akan menumbuhkan perilaku yang buruk dan merosak.